Rabu, 06 Juli 2011

4.000 Gadis di Bawah Usia 16 Tahun, Aborsi

 

Bagi anak perempuan, usia di bawah usia 15 tahun, seharusnya adalah masa bermain, bersosialisasi dengan teman-teman. Memulai proses pencarian jati diri. Namun, ribuan  gadis cilik Inggris menjadi dewasa sebelum waktunya. Menikmati seks, hamil, dan melakukan aborsi. Data Departemen Kesehatan Inggris menunjukkan, tiap tahunnya ada 4.000 prosedur aborsi yang dilakukan pada gadis berusia kurang dari 16 tahun -- batas usia yang dibolehkan.

Data statistik juga menunjukkan, sejak 2002, lebih dari 35.262 aborsi dilakukan gadis di bawah usia 16 tahun. Sementara, tahun lalu, ada 3.170 prosedur aborsi dilakukan anak berusia 15 tahun ke bawah -- termasuk di antaranya 1.042 gadis berusia 14 tahun ke bawah, 134 anak berusia 13 tahun, dan dua di antaranya masih 12 tahun.

Data sebelumnya bahkan mengungkap, aborsi bahkan dilakukan gadis berusia 11 tahun -- yang bahkan belum waktunya masuk sekolah menengah di negara itu. Para aktivis sosial menganggap ini kondisi berbahaya: bagaimana bisa gadis-gadis cilik yang seharusnya belum waktunya berhubungan seks melakukan aborsi.
Ini sungguh mengkhawatirkan, para aktivis menduga para gadis cilik ini terjebak rayuan anak lelaki yang lebih tua, tanpa menyadari konsekuensi tindakannya.

Norman Wells, direktur lembaga  Family Education Trust mengatakan, "setiap aborsi akan menjadi tragedi ibu juga sang anak -- apalagi jika yang melakukannya adalah ibu yang notabene masih anak-anak."

"Ini seperti fenomena bola salju. Akan lebih banyak lagi pelaku seksual ilegal di bawah usia 16 tahun, hamil, lalu menggugurkan kandungan. Pada akhirnya menderita secara fisik dan emosional."

Wells  menyalahkan apa yang disebutnya 'kultur kontraseptif' sebagai penyebab meningkatnya angka aborsi. "Mereka yang berpendapat masalah seksual dapat dipecahkan dengan lebih banyak pendidikan seks dan skema kontrasepsi, mereka keliru," katanya.

Fenomena lain yang juga terungkap dari laporan ini adalah, banyak bayi yang diaborsi karena sudah diketahui cacat sejak dalam kandungan. Antara tahun 2002 hingga 2010, sebanyak 45 bayi telah diaborsi karena memiliki cacat kecil yang sebenarnya bisa dikoreksi dengan mudah lewat operasi, semisal jari kaki ekstra atau bibir sumbing.

Dalam periode yang sama, sebanyak 3968 kehamilan digugurkan karena janin yang dikandung menunjukkan tanda-tanda Down's Syndrome.

Depkes Inggris dipaksa oleh organiasi-organisasi anti aborsi untuk merilis total angka bayi yang diaborsi karena kecacatan. Angka ini dirahasiakan sejak tahun 2003 setelah muncul kasus bayi yang diaborsi pada usia 28 minggu akibat memiliki bibir sumbing.

Namun, Depkes menolak memenuhi tuntutan tersebut dengan dalih angkanya tidak cukup besar, sehingga dikhawatirkan para dokter yang terlibat dalam proses aborsi dapat diidentifikasi dan ditarget oleh organisasi anti aborsi.

Baru setelah kelompok ProLife Alliance berkampanye untuk perilisan angka-angka, tuntutan tersebut ditindaklanjuti. Mahkamah Agung Inggris mengabulkan tuntutan tersebut pada April lalu, dan kini angka statistik tersebut sudah bisa diakses di situs web Depkes Inggris. (sj)


sumber : VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar