Berbagai kisah tentang mantan Presiden Soeharto yang belum terungkap dituangkan dalam buku 'Pak Harto, The Untold Stories' yang diluncurkan Rabu 8 Juni 2011. Salah satu kisah, datang dari penjaga peternakan Tapos milik Soeharto, Made Soewecha.
Pria asal Bali itu menuturkan, bagaimana dirinya selalu berusaha memberikan pelayanan kepada bosnya. Soewecha mengaku sadar, bosnya adalah seorang presiden kala itu. Sehingga, identik dengan formalitas kaku yang tak dimiliki pekerja lapangan seperti dirinya.
Namun, Soeweca juga berfikir, meski menjabat sebagai presiden, Soeharto hanyalah sosok manusia biasa. Dia menyadari, kedatangan Soeharto ke Tapos bukan untuk urusan formal negara, melainkan hanya untuk menyegarkan syaraf-syarafnya yang kaku setelah bekerja.
Dari situlah, Soewecha mengaku memiliki strategi untuk menjamu tuannya jika berkunjung ke Tapos. "Setiap kali Pak Harto ke Tapos, saya pun mengerahkan segala jurus kemampuan formal dann informal yang saya miliki," tutur Soewecha.
Pria asal Bali itu menuturkan, bagaimana dirinya selalu berusaha memberikan pelayanan kepada bosnya. Soewecha mengaku sadar, bosnya adalah seorang presiden kala itu. Sehingga, identik dengan formalitas kaku yang tak dimiliki pekerja lapangan seperti dirinya.
Namun, Soeweca juga berfikir, meski menjabat sebagai presiden, Soeharto hanyalah sosok manusia biasa. Dia menyadari, kedatangan Soeharto ke Tapos bukan untuk urusan formal negara, melainkan hanya untuk menyegarkan syaraf-syarafnya yang kaku setelah bekerja.
Dari situlah, Soewecha mengaku memiliki strategi untuk menjamu tuannya jika berkunjung ke Tapos. "Setiap kali Pak Harto ke Tapos, saya pun mengerahkan segala jurus kemampuan formal dann informal yang saya miliki," tutur Soewecha.
Tahu tuannya perlu penyegaran, Soewecha mengaku rela berbuat apapun untuk Soeharto supaya senang dan segar kembali. "Saya pun menempatkan diri saya sedemikian rupa, sehingga diledek orang-orang. Saya bahagia dibilang badut," kata dia.
Menurut Soewecha, sebelum peternakan Soeharto berdiri, Tapos adalah lahan tandus. Hingga akhirnya Soeharto menyewa lahan itu dari pemerintah Jawa Barat dan 'menyulapnya' menjadi lahan yang subur.
Soewecha mengatakan kepada Soeharto, untuk menyuburkan tanah Tapos diperlukan 40 ton kompos yang bisa diperoleh dari kotoran sapi. Soeharto pun bertanya kepadanya berapa ton kompos yang diperlukan. "Untuk menghasilkan 40 ton kotoran, perlu berapa ekor sapi?" Soewecha menirukan Soeharto waktu itu.
Kemudian Soewecha menjawab, seekor sapi mampu menghasilkan 10 kg kotoran setiap harinya. Mendengar jawaban itu, kata dia, Soeharto hanya manggut-manggut. "Selang beberapa waktu kemudian datanglah 48 ekor sapi," kata dia.
Menurut Soewecha, sebelum peternakan Soeharto berdiri, Tapos adalah lahan tandus. Hingga akhirnya Soeharto menyewa lahan itu dari pemerintah Jawa Barat dan 'menyulapnya' menjadi lahan yang subur.
Soewecha mengatakan kepada Soeharto, untuk menyuburkan tanah Tapos diperlukan 40 ton kompos yang bisa diperoleh dari kotoran sapi. Soeharto pun bertanya kepadanya berapa ton kompos yang diperlukan. "Untuk menghasilkan 40 ton kotoran, perlu berapa ekor sapi?" Soewecha menirukan Soeharto waktu itu.
Kemudian Soewecha menjawab, seekor sapi mampu menghasilkan 10 kg kotoran setiap harinya. Mendengar jawaban itu, kata dia, Soeharto hanya manggut-manggut. "Selang beberapa waktu kemudian datanglah 48 ekor sapi," kata dia.
"Jika dihitung berarti akan menghasilkan lebih kurang 4,5 ton kotoran sehari, yang kemudian diubah menjadi kompos untuk menyuburkan tanah Tapos yang gersang itu." (eh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar