I. Pendahuluan
Dalam  berbagai kamus umum, linguistik didefinisikan sebagai ‘ilmu bahasa’  atau ‘studi ilmiah mengenai bahasa’ (Matthews 1997). Dalam The New Oxford Dictionary of English (2003), linguistik didefinisikan sebagai berikut:
“The  scientific study of language and its structure, including the study of  grammar, syntax, and phonetics. Specific branches of linguistics include  sociolinguistics, dialectology, psycholinguistics, computational  linguistics, comparative linguistics, and structural linguistics.”
Program studi Ilmu Bahasa mulai jenjang S1 sampai S3, bahkan sampai post-doctoral program telah banyak ditawarkan di universitas terkemuka, seperti  University of California in Los Angeles (UCLA), Harvard University, Massachusett Institute of Technology (MIT), University of Edinburgh, dan Oxford University.  Di Indonesia, paling tidak ada dua universitas yang membuka program S1  sampai S3 untuk ilmu bahasa, yaitu Universitas Indonesia dan Universitas  Katolik Atma Jaya.
II. Sejarah Perkembangan Ilmu Bahasa
Ilmu  bahasa yang dipelajari saat ini bermula dari penelitian tentang bahasa  sejak zaman Yunani (abad 6 SM). Secara garis besar studi tentang bahasa  dapat dibedakan antara (1) tata bahasa tradisional dan (2) linguistik  modern.
2. 1 Tata Bahasa Tradisional
Pada  zaman Yunani para filsuf meneliti apa yang dimaksud dengan bahasa dan  apa hakikat bahasa. Para filsuf tersebut sependapat bahwa bahasa adalah  sistem tanda. Dikatakan bahwa manusia hidup dalam tanda-tanda yang  mencakup segala segi kehidupan manusia, misalnya bangunan, kedokteran,  kesehatan, geografi, dan sebagainya. Tetapi mengenai hakikat bahasa –  apakah bahasa mirip realitas atau tidak – mereka belum sepakat. Dua  filsuf besar yang pemikirannya terus berpengaruh sampai saat ini adalah  Plato dan Aristoteles.
Plato berpendapat bahwa bahasa adalah physei atau mirip realitas; sedangkan Aristoteles mempunyai pendapat sebaliknya yaitu bahwa bahasa adalah thesei atau tidak mirip realitas kecuali onomatope dan lambang bunyi (sound symbolism).  Pandangan Plato bahwa bahasa mirip dengan realitas atau non-arbitrer  diikuti oleh kaum naturalis; pandangan Aristoteles bahwa bahasa tidak  mirip dengan realitas atau arbitrer diikuti oleh kaum konvensionalis.  Perbedaan pendapat ini juga merambah ke masalah keteraturan (regular) atau ketidakteraturan (irregular) dalam  bahasa. Kelompok penganut pendapat adanya keteraturan bahasa adalah  kaum analogis yang pandangannya tidak berbeda dengan kaum naturalis;  sedangkan kaum anomalis yang berpendapat adanya ketidakteraturan dalam  bahasa mewarisi pandangan kaum konvensionalis. Pandangan kaum anomalis  mempengaruhi pengikut aliran Stoic. Kaum Stoic lebih tertarik pada  masalah asal mula bahasa secara filosofis. Mereka membedakan adanya  empat jenis kelas kata, yakni nomina, verba, konjungsi dan artikel.
Pada  awal abad 3 SM studi bahasa dikembangkan di kota Alexandria yang  merupakan koloni Yunani. Di kota itu dibangun perpustakaan besar yang  menjadi pusat penelitian bahasa dan kesusastraan. Para ahli dari kota  itu yang disebut kaum Alexandrian meneruskan pekerjaan kaum Stoic,  walaupun mereka sebenarnya termasuk kaum analogis. Sebagai kaum analogis  mereka mencari keteraturan dalam bahasa dan berhasil membangun pola  infleksi bahasa Yunani. Apa yang dewasa ini disebut "tata bahasa  tradisional" atau " tata bahasa Yunani" , penamaan itu tidak lain  didasarkan pada hasil karya kaum Alexandrian ini.
Salah  seorang ahli bahasa bemama Dionysius Thrax (akhir abad 2 SM) merupakan  orang pertama yang berhasil membuat aturan tata bahasa secara sistematis  serta menambahkan kelas kata adverbia, partisipel, pronomina dan  preposisi terhadap empat kelas kata yang sudah dibuat oleh kaum Stoic.  Di samping itu sarjana ini juga berhasil mengklasifikasikan kata-kata  bahasa Yunani menurut kasus, jender, jumlah, kala, diatesis (voice) dan modus.
Pengaruh  tata bahasa Yunani sampai ke kerajaan Romawi. Para ahli tata bahasa  Latin mengadopsi tata bahasa Yunani dalam meneliti bahasa Latin dan  hanya melakukan sedikit modifikasi, karena kedua bahasa itu mirip. Tata  bahasa Latin dibuat atas dasar model tata bahasa Dionysius Thrax. Dua  ahli bahasa lainnya, Donatus (tahun 400 M) dan Priscian (tahun 500 M)  juga membuat buku tata bahasa klasik dari bahasa Latin yang berpengaruh  sampai ke abad pertengahan.
Selama  abad 13-15 bahasa Latin memegang peranan penting dalam dunia pendidikan  di samping dalam agama Kristen. Pada masa itu gramatika tidak lain  adalah teori tentang kelas kata. Pada masa Renaisans bahasa Latin  menjadi sarana untuk memahami kesusastraan dan mengarang. Tahun 1513  Erasmus mengarang tata bahasa Latin atas dasar tata bahasa yang disusun  oleh Donatus. 
Minat  meneliti bahasa-bahasa di Eropa sebenarnya sudah dimulai sebelum zaman  Renaisans, antara lain dengan ditulisnya tata bahasa Irlandia (abad 7  M), tata bahasa Eslandia (abad 12), dan sebagainya. Pada masa itu bahasa  menjadi sarana dalam kesusastraan, dan bila menjadi objek penelitian di  universitas tetap dalam kerangka tradisional. Tata bahasa dianggap  sebagai seni berbicara dan menulis dengan benar. Tugas utama tata bahasa  adalah memberi petunjuk tentang pemakaian "bahasa yang baik" , yaitu  bahasa kaum terpelajar. Petunjuk pemakaian "bahasa yang baik" ini adalah  untuk menghindarkan terjadinya pemakaian unsur-unsur yang dapat  "merusak" bahasa seperti kata serapan, ragam percakapan, dan sebagainya.
Tradisi  tata bahasa Yunani-Latin berpengaruh ke bahasa-bahasa Eropa lainnya.  Tata bahasa Dionysius Thrax pada abad 5 diterjemahkan ke dalam bahasa  Armenia, kemudian ke dalam bahasa Siria. Selanjutnya para ahli tata  bahasa Arab menyerap tata bahasa Siria. 
Selain  di Eropa dan Asia Barat, penelitian bahasa di Asia Selatan yang perlu  diketahui adalah di India dengan ahli gramatikanya yang bemama Panini  (abad 4 SM). Tata bahasa Sanskrit yang disusun ahli ini memiliki  kelebihan di bidang fonetik. Keunggulan ini antara lain karena adanya  keharusan untuk melafalkan dengan benar dan tepat doa dan nyanyian dalam  kitab suci Weda. 
Sampai  menjelang zaman Renaisans, bahasa yang diteliti adalah bahasa Yunani,  dan Latin. Bahasa Latin mempunyai peran penting pada masa itu karena  digunakan sebagai sarana dalam dunia pendidikan, administrasi dan  diplomasi internasional di Eropa Barat. Pada zaman Renaisans penelitian  bahasa mulai berkembang ke bahasa-bahasa Roman (bahasa Prancis, Spanyol,  dan Italia) yang dianggap berindukkan bahasa Latin, juga kepada  bahasa-bahasa yang nonRoman seperti bahasa Inggris, Jerman, Belanda,  Swedia, dan Denmark.
2. 2 Linguistik Modern
2. 2. 1 Linguistik Abad 19
Pada  abad 19 bahasa Latin sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan  sehari-hari, maupun dalam pemerintahan atau pendidikan. Objek penelitian  adalah bahasa-bahasa yang dianggap mempunyai hubungan kekerabatan atau  berasal dari satu induk bahasa. Bahasa-bahasa dikelompokkan ke dalam  keluarga bahasa atas dasar kemiripan fonologis dan morfologis. Dengan  demikian dapat diperkirakan apakah bahasa-bahasa tertentu berasal dari  bahasa moyang yang sama atau berasal dari bahasa proto yang sama  sehingga secara genetis terdapat hubungan kekerabatan di antaranya.  Bahasa-bahasa Roman, misalnya secara genetis dapat ditelusuri berasal  dari bahasa Latin yang menurunkan bahasa Perancis, Spanyol, dan Italia.
Untuk  mengetahui hubungan genetis di antara bahasa-bahasa dilakukan metode  komparatif. Antara tahun 1820-1870 para ahli linguistik berhasil  membangun hubungan sistematis di antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan  struktur fonologis dan morfologisnya. Pada tahun 1870 itu para ahli  bahasa dari kelompok Junggramatiker atau Neogrammarian berhasil  menemukan cara untuk mengetahui hubungan kekerabatan antarbahasa  berdasarkan metode komparatif.
Beberapa rumpun bahasa yang berhasil direkonstruksikan sampai dewasa ini antara lain:
1.         Rumpun Indo-Eropa: bahasa Jerman, Indo-Iran, Armenia, Baltik, Slavis, Roman, Keltik, Gaulis.
2.       Rumpun Semito-Hamit: bahasa Arab, Ibrani, Etiopia.
3.       Rumpun Chari-Nil; bahasa Bantu, Khoisan.
4.       Rumpun Dravida: bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam.
5.       Rumpun Austronesia atau Melayu-Polinesia: bahasa Melayu, Melanesia, Polinesia.
6.       Rumpun Austro-Asiatik: bahasa Mon-Khmer, Palaung, Munda, Annam.
7.       Rumpun Finno-Ugris: bahasa Ungar (Magyar), Samoyid.
8.       Rumpun Altai: bahasa Turki, Mongol, Manchu, Jepang, Korea.
9.       Rumpun Paleo-Asiatis: bahasa-bahasa di Siberia.
10.    Rumpun Sino-Tibet: bahasa Cina, Thai, Tibeto-Burma.
11.       Rumpun Kaukasus: bahasa Kaukasus Utara, Kaukasus Selatan.
12.     Bahasa-bahasa Indian: bahasa Eskimo, Maya Sioux, Hokan
13.     Bahasa-bahasa lain seperti bahasa di Papua, Australia dan Kadai.
Ciri linguistik abad 19 sebagai berikut:
1)            Penelitian bahasa dilakukan terhadap bahasa-bahasa di Eropa, baik bahasa-bahasa Roman maupun nonRoman.
2)          Bidang  utama penelitian adalah linguistik historis komparatif. Yang diteliti  adalah hubungan kekerabatan dari bahasa-bahasa di Eropa untuk mengetahui  bahasa-bahasa mana yang berasal dari induk yang sama. Dalam metode  komparatif itu diteliti perubahan bunyi kata-kata dari bahasa yang  dianggap sebagai induk kepada bahasa yang dianggap sebagai keturunannya.  Misalnya perubahan bunyi apa yang terjadi dari kata barang, yang dalam bahasa Latin berbunyi causa menjadi chose dalam bahasa Perancis, dan cosa dalam bahasa Italia dan Spanyol.
3)          Pendekatan  bersifat atomistis. Unsur bahasa yang diteliti tidak dihubungkan dengan  unsur lainnya, misalnya penelitian tentang kata tidak dihubungkan  dengan frase atau kalimat.
2. 2. 2 Linguistik Abad 20
Pada  abad 20 penelitian bahasa tidak ditujukan kepada bahasa-bahasa Eropa  saja, tetapi juga kepada bahasa-bahasa yang ada di dunia seperti di  Amerika (bahasa-bahasa Indian), Afrika (bahasa-bahasa Afrika) dan Asia  (bahasa-bahasa Papua dan bahasa banyak negara di Asia). Ciri-cirinya:
1)       Penelitian meluas ke bahasa-bahasa di Amerika, Afrika, dan Asia.
2)     Pendekatan  dalam meneliti bersifat strukturalistis, pada akhir abad 20 penelitian  yang bersifat fungsionalis juga cukup menonjol.
3)     Tata  bahasa merupakan bagian ilmu dengan pembidangan yang semakin rumit.  Secara garis besar dapat dibedakan atas mikrolinguistik, makro  linguistik, dan sejarah linguistik.
4)     Penelitian teoretis sangat berkembang.
5)     Otonomi ilmiah makin menonjol, tetapi penelitian antardisiplin juga berkembang.
6)     Prinsip dalam meneliti adalah deskripsi dan sinkronis
Keberhasilan  kaum Junggramatiker merekonstruksi bahasa-bahasa proto di Eropa  mempengaruhi pemikiran para ahli linguistik abad 20, antara lain  Ferdinand de Saussure. Sarjana ini tidak hanya dikenal sebagai bapak  linguistik modern, melainkan juga seorang tokoh gerakan strukturalisme.  Dalam strukturalisme bahasa dianggap sebagai sistem yang berkaitan (system of relation). Elemen-elemennya seperti kata, bunyi saling berkaitan dan bergantung dalam membentuk sistem tersebut.
Beberapa pokok pemikiran Saussure:
(1)    Bahasa lisan lebih utama dari pada bahasa tulis. Tulisan hanya merupakan sarana yang mewakili ujaran.
(2)  Linguistik  bersifat deskriptif, bukan preskriptif seperti pada tata bahasa  tradisional. Para ahli linguistik bertugas mendeskripsikan bagaimana  orang berbicara dan menulis dalam bahasanya, bukan memberi keputusan  bagaimana seseorang seharusnya berbicara.
(3)  Penelitian  bersifat sinkronis bukan diakronis seperti pada linguistik abad 19.  Walaupun bahasa berkembang dan berubah, penelitian dilakukan pada kurun  waktu tertentu.
(4)  Bahasa merupakan suatu sistem tanda yang bersisi dua, terdiri dari signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Keduanya merupakan wujud yang tak terpisahkan, bila salah satu berubah, yang lain juga berubah.
(5)  Bahasa formal maupun nonformal menjadi objek penelitian.
(6)  Bahasa merupakan sebuah sistem relasi dan mempunyai struktur.
(7)   Dibedakan antara bahasa sebagai sistem yang terdapat dalam akal budi pemakai bahasa dari suatu kelompok sosial (langue) dengan bahasa sebagai manifestasi setiap penuturnya (parole).
(8)   Dibedakan  antara hubungan asosiatif dan sintagmatis dalam bahasa. Hubungan  asosiatif atau paradigmatis ialah hubungan antarsatuan bahasa dengan  satuan lain karena ada kesamaan bentuk atau makna. Hubungan sintagmatis  ialah hubungan antarsatuan pembentuk sintagma dengan mempertentangkan  suatu satuan dengan satuan lain yang mengikuti atau mendahului. 
Gerakan  strukturalisme dari Eropa ini berpengaruh sampai ke benua Amerika.  Studi bahasa di Amerika pada abad 19 dipengaruhi oleh hasil kerja  akademis para ahli Eropa dengan nama deskriptivisme. Para ahli  linguistik Amerika mempelajari bahasa-bahasa suku Indian secara  deskriptif dengan cara menguraikan struktur bahasa. Orang Amerika banyak  yang menaruh perhatian pada masalah bahasa. Thomas Jefferson, presiden  Amerika yang ketiga (1801-1809), menganjurkan agar supaya para ahli  linguistik Amerika mulai meneliti bahasa-bahasa orang Indian. Seorang  ahli linguistik Amerika bemama William Dwight Whitney (1827-1894)  menulis sejumlah buku mengenai bahasa, antara lain Language and the Study of Language (1867). 
Tokoh  linguistik lain yang juga ahli antropologi adalah Franz Boas  (1858-1942). Sarjana ini mendapat pendidikan di Jerman, tetapi  menghabiskan waktu mengajar di negaranya sendiri. Karyanya berupa buku Handbook of American Indian languages  (1911-1922) ditulis bersama sejumlah koleganya. Di dalam buku tersebut  terdapat uraian tentang fonetik, kategori makna dan proses gramatikal  yang digunakan untuk mengungkapkan makna. Pada tahun 1917 diterbitkan  jurnal ilmiah berjudul International Journal of American Linguistics.
Pengikut  Boas yang berpendidikan Amerika, Edward Sapir (1884-1939), juga seorang  ahli antropologi dinilai menghasilkan karya-karya yang sangat cemerlang  di bidang fonologi. Bukunya, Language (1921) sebagian besar  mengenai tipologi bahasa. Sumbangan Sapir yang patut dicatat adalah  mengenai klasifikasi bahasa-bahasa Indian.
Pemikiran  Sapir berpengaruh pada pengikutnya, L. Bloomfield (1887-1949), yang  melalui kuliah dan karyanya mendominasi dunia linguistik sampai akhir  hayatnya. Pada tahun 1914 Bloomfield menulis buku An Introduction to Linguistic Science. Artikelnya juga banyak diterbitkan dalam jurnal Language yang didirikan oleh Linguistic Society of America tahun 1924. Pada tahun 1933 sarjana ini menerbitkankan buku Language yang mengungkapkan pandangan behaviorismenya tentang fakta bahasa, yakni stimulus-response  atau rangsangan-tanggapan. Teori ini dimanfaatkan oleh Skinner (1957)  dari Universitas Harvard dalam pengajaran bahasa melalui teknik drill.
Dalam bukunya Language,  Bloomfield mempunyai pendapat yang bertentangan dengan Sapir. Sapir  berpendapat fonem sebagai satuan psikologis, tetapi Bloomfield  berpendapat fonem merupakan satuan behavioral. Bloomfield dan  pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur bahasa yang  diteliti, karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya  disebut strukturalis.
Bloomfield  beserta pengikutnya menguasai percaturan linguistik selama lebih dari  20 tahun. Selama kurun waktu itu kaum Bloomfieldian berusaha menulis  tata bahasa deskriptif dari bahasa-bahasa yang belum memiliki aksara.  Kaum Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar bagi penelitian  linguistik di masa setelah itu.
Bloomfield  berpendapat fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan bidang mandiri  dan tidak berhubungan. Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa  sebagai sistem hubungan adalah tata bahasa stratifikasi yang dipelopori  oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai  sistem unsur adalah tata bahasa tagmemik yang dipelopori oleh K.  Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen.  Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan yang disebut  tagmem.
            Murid  Sapir lainnya, Zellig Harris, mengaplikasikan metode strukturalis ke  dalam analisis segmen bahasa. Sarjana ini mencoba menghubungkan struktur  morfologis, sintaktis, dan wacana dengan cara yang sama dengan yang  dilakukan terhadap analisis fonologis. Prosedur penelitiannya dipaparkan  dalam bukunya Methods in Structural Linguistics (1951).
            Ahli  linguistik yang cukup produktif dalam membuat buku adalah Noam Chomsky.  Sarjana inilah yang mencetuskan teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957), yang kemudian disebut classical theory. Dalam perkembangan selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang dicetuskannya melalui Aspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended standard theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics; tahun 1980 government and binding theory; dan tahun 1993 Minimalist program.
III. Paradigma
Kata paradigma diperkenalkan  oleh Thomas Khun pada sekitar abad 15. Paradigma adalah prestasi ilmiah  yang diakui pada suatu masa sebagai model untuk memecahkan masalah  ilmiah dalam kalangan tertentu. Paradigma dapat dikatakan sebagai norma  ilmiah. Contoh paradigma yang mulai tumbuh sejak zaman Yunani tetapi  pengaruhnya tetap terasa sampai zaman modern ini adalah paradigma Plato  dan paradigma Aristoteles. Paradigma Plato berintikan pendapat Plato  bahwa bahasa adalah physei atau mirip dengan realitas, disebut juga non-arbitrer atau ikonis. Paradigma Aristoteles berintikan bahwa bahasa adalah thesei atau tidak  mirip dengan realitas, kecuali onomatope, disebut arbitrer atau  non-ikonis. Kedua paradigma ini saling bertentangan, tetapi dipakai oleh  peneliti dalam memecahkan masalah bahasa, misalnya tentang hakikat  tanda bahasa. 
Pada  masa tertentu paradigma Plato banyak digunakan ahli bahasa untuk  memecahkan masalah linguistik. Penganut paradigma Plato ini disebut kaum  naturalis. Mereka menolak gagasan kearbitreran. Pada masa tertentu  lainnya paradigma Aristoteles digunakan mengatasi masalah linguistik.  Penganut paradigma Aristoteles disebut kaum konvensionalis. Mereka  menerima adanya kearbiteran antara bahasa dengan realitas.
Pertentangan  antara kedua paradigma ini terus berlangsung sampai abad 20. Di bidang  linguistik dan semiotika dikenal tokoh Ferdinand de Saussure sebagai  penganut paradigma .Aristoteles dan Charles S. Peirce sebagai penganut  paradigma Plato. Mulai dari awal abad 19 sampai tahun 1960-an paradigma  Aristoteles yang diikuti Saussure yang berpendapat bahwa bahasa adalah  sistem tanda yang arbitrer digunakan dalam memecahkan masalah-masalah  linguistik. Tercatat beberapa nama ahli linguistik seperti Bloomfield  dan Chomsky yang dalam pemikirannya menunjukkan pengaruh Saussure dan  paradigma Aristoteles. Menjelang pertengahan tahun 60-an dominasi  paradigma Aristoteles mulai digoyahkan oleh paradigma Plato melalui  artikel R. Jakobson "Quest for the Essence of Language" (1967) yang  diilhami oleh Peirce. Beberapa nama ahli linguistik seperti T. Givon, J.  Haiman, dan W. Croft tercatat sebagai penganut paradigma Plato.
IV. Cakupan dan Kemaknawian Ilmu Bahasa
            Secara  umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik  terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi,  sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup  pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. Beberapa  bidang tersebut dijelaskan dalam sub-bab berikut ini.
4. 1 Fonetik
            Fonetik  mengacu pada artikulasi bunyi bahasa. Para ahli fonetik telah berhasil  menentukan cara artikulasi dari berbagai bunyi bahasa dan membuat abjad  fonetik internasional sehingga memudahkan seseorang untuk mempelajari  dan mengucapkan bunyi yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Misalnya dalam  bahasa Inggris ada perbedaan yang nyata antara bunyi tin dan thin, dan antara they dan day,  sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Dengan mempelajari fonetik,  orang Indonesia akan dapat mengucapkan kedua bunyi tersebut dengan  tepat.
            Abjad  fonetik internasional, yang didukung oleh laboratorium fonetik,  departemen linguistik, UCLA, penting dipelajari oleh semua pemimpin,  khususnya pemimpin negara. Dengan kemampuan membaca abjad fonetik secara  tepat, seseorang dapat memberikan pidato dalam ratusan bahasa.  Misalnya, jika seorang pemimpin di Indonesia mengadakan kunjungan ke  Cina, ia cukup meminta staf-nya untuk menerjemahkan pidatonya ke bahasa  Cina dan menulisnya dengan abjad fonetik, sehingga ia dapat memberikan  pidato dalam bahasa Cina dengan ucapan yang tepat. Salah seorang  pemimpin yang telah memanfaatkan abjad fonetik internasional adalah Paus  Yohanes Paulus II. Ke negara manapun beliau berkunjung, beliau selalu  memberikan khotbah dengan menggunakan bahasa setempat. Apakah hal  tersebut berarti bahwa beliau memahami semua bahasa di dunia? Belum  tentu, namun cukup belajar fonetik saja untuk mampu mengucapkan bunyi  ratusan bahasa dengan tepat.
4. 2 Fonologi
            Fonologi  mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada  gugus konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli  bahasa Inggris karena tidak sesuai dengan sistem fonologis bahasa  Inggris, namun gugus konsonan tersebut mungkin dapat dengan mudah  diucapkan oleh penutur asli bahasa lain yang sistem fonologisnya  terdapat gugus konsonan tersebut. Contoh sederhana adalah pengucapan  gugus ‘ng’ pada awal kata, hanya berterima dalam sistem fonologis bahasa  Indonesia, namun tidak berterima dalam sistem fonologis bahasa Inggris.  Kemaknawian utama dari pengetahuan akan sistem fonologi ini adalah  dalam pemberian nama untuk suatu produk, khususnya yang akan dipasarkan  di dunia internasional. Nama produk tersebut tentunya akan lebih baik  jika disesuaikan dengan sistem fonologis bahasa Inggris, sebagai bahasa  internasional.
4. 3 Morfologi
            Morfologi  lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai  perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) perlu  memahami zat apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk  menghasilkan obat flu yang efektif; sama halnya seorang ahli linguistik  bahasa Inggris perlu memahami imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan  suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang benar. Misalnya akhiran  -en dapat direkatkan dengan kata sifat dark untuk membentuk kata kerja darken, namun akhiran -en tidak dapat direkatkan dengan kata sifat green  untuk membentuk kata kerja. Alasannya tentu hanya dapat dijelaskan oleh  ahli bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung menggunakan  kata tersebut. Sama halnya, alasan ketentuan pencampuran zat-zat kimia  hanya diketahui oleh ahli farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja  langsung menggunakan obat flu tersebut, tanpa harus mengetahui proses  pembuatannya.
4. 4 Sintaksis
            Analisis  sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu  kemaknawiannya adalah perannya dalam perumusan peraturan  perundang-undangan. Beberapa teori analisis sintaksis dapat menunjukkan  apakah suatu kalimat atau frasa dalam suatu peraturan perundang-undangan  bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak. Jika bermakna ganda,  tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan  perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja  maupun tidak sengaja.
4. 5 Semantik
            Kajian  semantik membahas mengenai makna bahasa. Analisis makna dalam hal ini  mulai dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik mampu menunjukkan  bahwa dalam bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku kata ‘pl’  memiliki arti sesuatu yang datar sehingga tidak cocok untuk nama  produk/benda yang cekung. Ahli semantik juga dapat membuktikan suku kata  apa yang cenderung memiliki makna yang negatif, sehingga suku kata  tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai nama produk asuransi. Sama  halnya dengan seorang dokter yang mengetahui antibiotik apa saja yang  sesuai untuk seorang pasien dan mana yang tidak sesuai. 
4. 6 Pengajaran Bahasa
Ahli  bahasa adalah guru dan/atau pelatih bagi para guru bahasa. Ahli bahasa  dapat menentukan secara ilmiah kata-kata apa saja yang perlu diajarkan  bagi pelajar bahasa tingkat dasar. Para pelajar hanya langsung  mempelajari kata-kata tersebut tanpa harus mengetahui bagaimana  kata-kata tersebut disusun. Misalnya kata-kata dalam buku-buku Basic English. Para pelajar (dan guru bahasa Inggris dasar) tidak harus mengetahui bahwa yang dimaksud Basic adalah B(ritish), A(merican), S(cientific), I(nternational), C(ommercial), yang pada awalnya diolah pada tahun 1930an oleh ahli linguistik C. K. Ogden. Pada masa awal tersebut, Basic English terdiri atas 850 kata utama. 
Selanjutnya, pada tahun 1953, Michael West menyusun General Service List  yang berisikan dua kelompok kata utama (masing-masing terdiri atas 1000  kata) yang diperlukan oleh pelajar untuk dapat berbicara dalam bahasa  Inggris. Daftar tersebut terus dikembangkan oleh berbagai universitas  ternama yang memiliki jurusan linguistik. Pada tahun 1998, Coxhead dari  Victoria University or Wellington, berhasil menyelesaikan suatu proyek  kosakata akademik yang dilakukan di semua fakultas di universitas  tersebut dan menghasilkan Academic Wordlist, yaitu daftar  kata-kata yang wajib diketahui oleh mahasiswa dalam membaca buku teks  berbahasa Inggris, menulis laporan dalam bahasa Inggris, dan tujuannya  lainnya yang bersifat akademik.
            Proses  penelitian hingga menjadi materi pelajaran atau buku bahasa Inggris  yang bermanfaat hanya diketahui oleh ahli bahasa yang terkait, sedangkan  pelajar bahasa dapat langung mempelajari dan memperoleh manfaatnya.  Sama halnya dalam ilmu kedokteran, proses penelitian hingga menjadi obat  yang bermanfaat hanya diketahui oleh dokter, sedangkan pasien dapat  langsung menggunakannya dan memperoleh manfaatnya. 
4. 7 Leksikografi
            Leksikografi  adalah bidang ilmu bahasa yang mengkaji cara pembuatan kamus. Sebagian  besar (atau bahkan semua) sarjana memiliki kamus, namun mereka belum  tentu tahu bahwa penulisan kamus yang baik harus melalui berbagai  proses.
Dua  nama besar yang mengawali penyusunan kamus adalah Samuel Johnson  (1709-1784) dan Noah Webster (1758-1843). Johnson, ahli bahasa dari  Inggris, membuat Dictionary of the English Language pada tahun 1755, yang terdiri atas dua volume. Di Amerika, Webster pertama kali membuat kamus An American Dictionary of the English Language pada tahun 1828, yang juga terdiri atas dua volume. Selanjutnya, pada tahun 1884 diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12 volume.
Saat  ini, kamus umum yang cukup luas digunakan adalah Oxford Advanced  Learner’s Dictionary. Mengapa kamus Oxford? Beberapa orang mungkin  secara sederhana akan menjawab karena kamus tersebut lengkap dan cukup  mudah dimengerti. Tidak banyak yang tahu bahwa (setelah tahun 1995)  kamus tersebut ditulis berdasarkan hasil analisis British National Corpus  yang melibatkan cukup banyak ahli bahasa dan menghabiskan dana  universitas dan dana negara yang jumlahnya cukup besar. Secara umum,  definisi yang diberikan dalam kamus tersebut seharusnya dapat mudah  dipahami oleh pelajar karena semua entri dalam kamus tersebut hanya  didefinisikan oleh sekelompok kosa kata inti. Bagaimana kosa-kata inti  tersebut disusun? Tentu hanya ahli bahasa yang dapat menjelaskannya,  sedangkan para sarjana dan pelajar dapat langsung saja menikmati dan  menggunakan berbagai kamus Oxford yang ada dipasaran.
V. Penutup
Penelitian bahasa sudah dimulai sejak abad ke 6 SM, bahkan perpustakaan  besar yang menjadi pusat penelitian bahasa dan kesusastraan sudah  dibangun sejak awal abad 3 SM di kota Alexandria. Kamus bahasa Inggris, Dictionary of the English Language, yang terdiri atas dua volume, pertama kali diterbitkan pada tahun 1755; dan pada tahun 1884 telah diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12 volume. Antara  1820-1870 para ahli linguistik berhasil membangun hubungan sistematis  di antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan struktur fonologis dan  morfologisnya. 
Salah satu buku awal yang menjelaskan mengenai ilmu bahasa adalah buku An Introduction to Linguistic Science yang ditulis oleh Bloomfield pada tahun 1914. Jurnal ilmiah internasional ilmu bahasa, yang berjudul International Journal of American Linguistics, pertama kali diterbitkan pada tahun 1917.
Ilmu  bahasa terus berkembang dan semakin memainkan peran penting dalam dunia  ilmu pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan semakin majunya program  pascasarjana bidang linguistik di berbagai universitas terkemuka (UCLA,  MIT, Oxford, dll). Buku-buku karya ahli bahasa pun semakin mendapat  perhatian. Salah satu buktinya adalah buku The Comprehensive Grammar of the English Langauge,  yang terdiri atas 1778 halaman, yang acara peluncurannya di buka oleh  Margareth Thatcher, pada tahun 1985. Respon yang luar biasa terhadap  buku tersebut membuatnya dicetak sebanyak tiga kali dalam tahun yang  sama. Buku tata bahasa yang terbaru, The Cambridge Grammar of the English Language,  tahun 2002, yang terdiri atas 1842 halaman, ditulis oleh para ahli  bahasa yang tergabung dalam tim peneliti internasional dari lima negara.  
Pustaka Acuan
Robins, R.H. 1990. A Short History of Linguistics. London: Longman.
Fromkin, Victoria & Robert Rodman. 1998. An Introduction to Language (6th Edition). Orlando: Harcourt Brace College Publishers.
Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced Learner’s Dictionary (5th edition). Oxford: Oxford University Press.
Matthews, Peter. 1997. The Concise Oxford Dictionary of Linguistics. Oxford: Oxford University Press.
sumber : http://tressyalina.blogspot.com/
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar