Senin, 27 Juni 2011

Pakai Produk Dalam Negeri, Kenapa Tidak ?

Masyarakat Kaltim dianjurkan untuk menghilangkan rasa gengsi dengan mencintai produk dalam negeri. Warga harus bangga menggunakan barang-barang buatan negeri sendiri. Terlebih Gubernur Kaltim, H Awang Faroek Ishak sangat konsisten mengimbau masyarakat untuk menggunakan produk-produk buatan Indonesia.

“Saya hanya mengimbau masyarakat untuk mengikis rasa gengsi dengan mencintai produk Indonesia. Persoalan ini kan tergantung selera saja. Kalau kita tidak bangga pakai produk sendiri, ya siapa lagi yang mencintai produk-produk anak bangsa ini,” ucap Kepala Diskominfo Kaltim, Moh Jauhar Efendi, ketika menjawab pertanyaan pemirsa dalam dialog interaktif di TVRI Kaltim, Samarinda, Kamis (18/11).

Jauhar tampil sebagai salah satu narasumber selain Kepala Dinas Perindagkop dan UKM Kaltim, HM Yadi Syabiannoor, dalam dialog bertema Mencintai Produk Indonesia. Dialog interaktif berdurasi satu jam dengan penyiar Arliansyah ini terselenggara atas kerjasama Dinas Kominfo Kaltim dengan LPP (lembaga penyiaran publik) TVRI Kaltim tersebut.

Banyak pertanyaan pemirsa yang muncul. Om Jo dari Samarinda, misalnya, mengaku bangga dengan produk buatan Indonesia seperti batik. Tapi, ia menyayangkan banyak kualitasnya yang tak sesuai standar. Begitu pula produk makanan atau barang elektronik yang kualitasnya masih lebih bagus produk luar negeri.

Lantas Erick, warga Kaltim yang kebetulan di Makassar melihat produk batik khas Kaltim, misalnya, masih kurang promosi. Ia menyarankan semua anak sekolah wajib pakai batik motif Kaltim, jangan bermotif daerah lain. Sedang Yacobus (Samarinda) mengkritik sangat jarang pejabat mau makan gado-gado di pinggir jalan, kecuali lebih suka ke McDonald atau makan steak melulu.

Abdul Azis (Balikpapan), dan Abraham (Samarinda) lain lagi. Keduanya menghendaki agar batik Kaltim punya ciri khas tersendiri seperti halnya batik sasirangan di Kalsel. “Kalau perlu undang desain-desain Jakarta untuk membuat motif batik Kaltim agar tidak terkesan ada batik yang dibuat taplak meja,” saran Abraham.

Menurut Jauhar, upaya meningkatkan kualitas produk itu menjadi tantangan tersendiri bagi para pengrajin batik. Soal pejabat yang jarang mau makan gado-gado pinggir jalan, itu soal selera saja. Tapi, perlu diketahui Pak Gubernur Kaltim selalu menganjurkan pada setiap acara kegiatan untuk mengutamakan makanan produk lokal seperti kacang rebus, pisang rebus atau jagung rebus. “Persoalannya tergantung bagaimana cara pengemasannya saja,” jawab Jauhar.

Yadi Syabiannor pun sependapat. Cara pengemasan gado-gado, misalnya, sedikit agak rumit. “Orang sekarang perlu serba cepat, dan gado-gado harus diulek dulu dan makan waktu. Tapi, perlu diketahui sarapan pagi di hampir semua kantor tersedia kue-kue tradisional seperti amparan tatak, lemper, atau laksa. Dan, kalau di warung Jinggo, misalnya, juga ada lemang plus telur asinnya, termasuk nasi pundut dan lainnya,” urainya.

Terkait baju batik, menurut Yadi, Menperindag sudah mengimbau semua Menteri Kabinet sampai ke Gubernur, Bupati dan Walikota untuk mencintai produk dalam negeri seperti memakai batik. Di Kaltim sendiri, Gubernur menginstruksikan pemakaian baju batik 2 hari dalam seminggu. “Khusus pemakaian batik khas Kaltim, biasanya digunakan pada even-event tertentu, termasuk ketika lawatan ke luar negeri,” ujarnya seraya menimpali ciri khas batik Kaltim sudah ada berupa motif anggrek hitam disertai titik-titik dan sangat diminati di luar daerah.

sumber : http://www.jauharefendi.web.id/pakai-produk-dalam-negeri-kenapa-tidak.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar